Mengubah Pasir Menjadi Emas Hijau: Inovasi China dalam Menaklukkan Gurun
FIFARM--Di barat laut China, gurun Gobi yang gersang membentang seluas 1,3 juta kilometer persegi—hampir lima kali luas Inggris. Selama berabad-abad, gurun ini dianggap sebagai ancaman, meluaskan teritorinya setiap tahun dan menggerogoti lahan pertanian. Namun sekarang, China tidak hanya menghentikan perluasan gurun, tetapi juga mengubahnya menjadi lahan pertanian produktif.
Desert to Oasis: Proyek Ambisius
Pada tahun 2016, China meluncurkan proyek "Desert to Oasis" di daerah Ulan Buh, salah satu bagian dari gurun Gobi. Tim peneliti dari Universitas Chongqing, dipimpin oleh Prof. Zhao Chaoying, mengembangkan metode inovatif untuk mengubah pasir gurun menjadi tanah subur dalam waktu singkat.
Kunci dari inovasi ini adalah penggunaan bakteri cyanobacteria dan alga hijau-biru, organisme yang sama yang digunakan dalam suplemen spirulina. "Kami menemukan bahwa campuran cyanobacteria dan alga ini dapat membentuk lapisan biologis di permukaan pasir, mencegah erosi dan meningkatkan retensi air," jelas Prof. Zhao dalam jurnal Nature.
Dalam enam tahun, tim berhasil mengubah lebih dari 500 hektar gurun menjadi lahan pertanian, menghasilkan gandum, semangka, dan bahkan anggur. National Geographic melaporkan bahwa hasil panen di area ini setara dengan lahan pertanian konvensional.
Dinding Hijau Raksasa
Inovasi lain datang dalam bentuk proyek "Great Green Wall". Dimulai pada tahun 1978, ini adalah proyek paling ambisius dalam sejarah kehutanan modern. Tujuannya? Menanam hutan sepanjang 4.500 kilometer di sepanjang tepi selatan gurun Gobi untuk mencegah perluasan gurun.
NASA, melalui citra satelitnya, mengonfirmasi keberhasilan proyek ini. Antara tahun 2000 dan 2017, tutupan hijau di daerah target meningkat hingga 42%. "Ini adalah perubahan lingkungan buatan manusia terbesar yang pernah terlihat dari luar angkasa," tulis peneliti NASA.
Meniru Oase Alami
Peneliti dari Universitas Pertanian China, Prof. Lin Yuxin, mengambil pendekatan berbeda. "Kita tidak perlu menemukan sesuatu yang baru. Alam sudah memberikan solusinya: oase," ujarnya dalam wawancara dengan BBC News.
Timnya mempelajari formasi oase alami di pinggir gurun dan mereplikasinya. Mereka menggali parit besar membentuk pola seperti tulang daun, memaksimalkan aliran air saat hujan. Kemudian mereka menanam spesies tumbuhan asli yang tahan kering di sepanjang parit.
Hasilnya menakjubkan. Dalam lima tahun, area tandus seluas 5.000 hektar di gurun Tengger berubah menjadi sabana hijau. Goji berry, wolfberry, dan bahkan beberapa varietas padi kini tumbuh di sana.
Menjinakkan Angin dengan Teknologi
Angin adalah musuh utama pertanian di gurun. Untuk mengatasinya, perusahaan teknologi DJI—yang juga produsen drone terkemuka—mengembangkan "Wind Breaker", sistem pagar bertenaga surya yang bisa disesuaikan.
Berdasarkan data dari sensor angin real-time, panel-panel pagar dapat bergerak membentuk formasi yang memperlambat angin hingga 75%. Uji coba di daerah Minqin menunjukkan peningkatan hasil panen sebesar 30% dibandingkan area kontrol.
Salix Psammophila: Pahlawan Bertangkai
Selain inovasi teknologi, China juga memanfaatkan kearifan alam dalam upayanya mengubah gurun menjadi lahan hijau. Salah satu yang paling menakjubkan adalah penggunaan pohon Salix psammophila, sejenis pohon willow yang tumbuh di Gurun Pasir Maowusu di Ordos, Daerah Mongolia Dalam.
Gurun Maowusu, yang merupakan bagian dari gurun Ordos, terkenal dengan kondisinya yang ekstrem—angin kencang, curah hujan rendah, dan fluktuasi suhu yang drastis. Namun di tengah lingkungan yang tampak tidak bersahabat ini, Salix psammophila tidak hanya bertahan, tapi juga berkembang.
Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Arid Land mengungkapkan bahwa Salix psammophila memiliki sistem akar yang luar biasa. "Akarnya bisa menembus hingga kedalaman 10 meter, mencari air di bawah permukaan gurun," jelas Dr. Wang Yanhui dari Institut Botani Akademi Sains China. "Ini memungkinkannya untuk bertahan hidup dengan hanya 200 mm curah hujan per tahun."
Tapi bukan itu saja kehebatan pohon ini. Salix psammophila juga dikenal sebagai "pohon pengikat pasir". Akarnya yang luas dan rapat dapat mengikat butiran pasir, mencegahnya tertiup angin. Daun dan rantingnya yang lentur juga membantu memperlambat angin, menciptakan iklim mikro yang lebih stabil.
National Geographic China melaporkan bahwa sejak tahun 2000, pemerintah daerah Ordos telah menanam lebih dari 5 juta pohon Salix psammophila. Hasilnya? Lebih dari 42.000 hektar gurun pasir telah berubah menjadi padang rumput dan semak. "Ini bukan hanya penghijauan, tapi juga permulaan dari sebuah ekosistem baru," tutur Gubernur Ordos.
Salix psammophila juga memiliki nilai ekonomi. Rantingnya yang lentur ideal untuk kerajinan anyaman, menciptakan industri rumahan baru bagi penduduk lokal. Selain itu, pohon ini juga menjadi pakan ternak yang baik, mendukung peternakan di daerah yang dulu gersang.
Sumber Daya Air Terpendam
Keberhasilan Salix psammophila juga mengungkap rahasia lain gurun China: sumber daya air bawah tanah yang melimpah. Studi yang diterbitkan dalam jurnal Science Advances menunjukkan bahwa di bawah gurun Gobi dan sekitarnya, terdapat akuifer besar yang belum tersentuh.
"Air ini tersimpan sejak Zaman Es terakhir, sekitar 20.000 tahun lalu," jelas Dr. Li Yan dari Universitas Geosains China. "Dengan teknologi modern, kita bisa mengaksesnya tanpa merusak keseimbangan ekologi."
Pemerintah China kini menggabungkan pengeboran air dalam dengan teknik irigasi tetes hemat air. Di daerah yang ditanami Salix psammophila, metode ini telah meningkatkan area pertanian hingga 60% dalam satu dekade.
Inspirasi Global
Usaha China dalam mengubah gurun menjadi lahan produktif—baik melalui inovasi teknologi maupun kearifan alam—menawarkan harapan bagi dunia. Saat perubahan iklim mengancam untuk mengubah lebih banyak lahan menjadi gurun, solusi-solusi ini menjadi semakin relevan.
"Apa yang China lakukan di Maowusu dan tempat lain membuktikan bahwa kita tidak harus menyerah pada desertifikasi," tulis majalah Foreign Policy. "Dengan pemikiran inovatif dan kerja sama lintas disiplin, bahkan pasir pun bisa menjadi sekutu kita."
Dari cyanobacteria hingga Salix psammophila, dari teknologi drone hingga kearifan oase kuno—China menunjukkan bahwa dalam menghadapi tantangan lingkungan, kita perlu merangkul baik inovasi modern maupun kebijaksanaan alam.